Kewajiban setiap mukallaf atau orang baligh dan berakal adalah bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat tersebut.
Bersyukur kepada Allah adalah dengan tidak menggunakan nikmat-nikmat dari Allah untuk bermaksiat kepada-Nya, tidak kufur kepada Allah dan para utusan-Nya. Barang siapa melakukan syukur seperti ini, maka ia adalah seorang hamba yang telah bersyukur kepada Tuhannya.
Sedangkan orang yang mengucap syukur kepada Allah dengan lidahnya sebanyak apapun namun masih menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepada-Nya, maka hakikatnya ia belumlah bersyukur kepada Tuhannya sebagaimana yang diwajibkan.
Dan hendaklah diketahui bahwa kita semua di hari kiamat akan dimintai pertanggungjawaban atas nikmat yang Allah anugerahkan kepada kita. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Seorang hamba tidak akan berpindah dari suatu fase ke fase yang lain di hari kiamat hingga ditanya tentang umurnya dalam hal apa dihabiskan, tentang ilmunya dalam hal apa digunakan, tentang hartanya dari mana ia perolah dan dalam hal apa disalurkan dan tentang jasadnya dalam hal apa difungsikan.” (HR. at-Tirmidzi dan ia menilainya shahih)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda: “Hal pertama yang akan di hisab dari seorang hamba tentangnya di hari kiamat adalah dikatakan kepadanya: Bukankah telah Aku sehatkan badanmu dan aku hilangkan dahagamu dengan air yang dingin?” (HR. al Hakim dan ia menilainya shahih).
Karenanya, mari kita hisab diri kita. Mari kita renungkan, sudahkah kita bersyukur atas berbagai nikmat yang Allah kurniakan kepada kita sebagaimana mestinya?
Saudara-saudara seiman, di antara nikmat batin adalah nikmat teragung yang tidak sebanding dengan nikmat apapun, yaitu nikmat iman kepada Allah dan nikmat-nikmat yang mengikutinya, yaitu berserah diri kepada Allah, mencintai orang-orang shaleh, kokohnya keyakinan kita kepada Allah, mengagungkan ilmu agama dan semacamnya.
Iman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah modal utama bagi seorang muslim, sehingga ia adalah nikmat yang paling agung, paling utama dan paling tinggi yang diberikan kepada manusia. Orang yang diberi dunia (harta, jabatan dan semacamnya) namun tidak diberi iman, maka seakan ia tidak diberi nikmat apapun. Sebaliknya, orang yang diberi iman dan tidak diberi dunia, maka seakan ia tidak terhalang dari satu nikmat pun. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Artinya: “Sesungguhnya Allah ‘azza wa jalla memberikan (nikmat) dunia kepada orang yang Ia cintai dan kepada orang yang tidak Ia cintai, dan tidak memberikan nikmat agama kecuali kepada orang yang Ia cintai.” (HR. Ahmad)